Jumat, 28 November 2014

WISUDA IX DIPLOMA III POLITEKNIK NEGERI MADIUN

WISUDA IX DIPLOMA III PNM
Wisuda IX Diploma III Politeknik Negeri Madiun dilaksanakan pada Selasa tanggal 11 November 2014 yang bertempatkan di Ballroom, Hotel Aston Madiun. Acara ini diikuti oleh 182 wisudawan dan wisudawati dari semua program studi yang didampingi orangtuanya. Dalam wisuda ini juga nampak hadir bapak Walikota Madiun Bambang Irianto. Wisudawan dan wisudawati memasuki ruangan pukul 08.00 WIB. Wisuda ini sebagai simbolis pelepasan mahasiswa yang menempuh pendidikan selama 3 tahun. Suasana bahagia, terharu bahkan tegang memenuhi ruangan di depan Ballroom.
            Sebelum acara dimulai beberapa staff dan pengisi acara mengadakan gladi bersih. Pengisi acara yang mengadakan persiapan tersebut adalah paskibraka, paduan suara, dan penari. Para dosen juga terlihat sibuk mempersiapkan acara akbar PNM ini. Acara dibuka dengan rapat pembuka senat, dan dilanjutkan penyampaian Indeks Prestasi wisudawan dan wisudawati, berikutnya sambutan dari Direktur Utama Politeknik Negeri Madiun. Bapak Bambang Irianto selaku Walikota Madiun beliau juga memberikan sambutan dan ucapan selamat kepada wisudawan dan wisudawati. Acara inti  yaitu prosesi pemindahan tali topi toga untuk seluruh wisudawan dan wisudawati dengan disebutkan nama, jurusan, IPK dan predikat yang diperoleh. Untuk wisudawan dan wisudawati yang memperoleh IPK terbaik mendapatakan selempang dengan predikat Lulusan Terbaik. Dari prodi Komputerisasi Akuntasnsi diraih oleh Lilis dengan IPK 3.65, dari prodi Administrasi Bisnis IPK tertingginya 3.68 diraih oleh Reni, dari prodi Teknik Listrik Dimas Arya Seta dengan peraihan IPK 3.40, sedangkan dari Prodi Mesin Otomotif adalah Rochim Nurcahya dengan IPK 3.33. Wajarnya dalam acara wisuda dalam acara yang diadakan PNM ini juga menampilkan hiburan seperti Tari dari UKM kesenian tari PNM serta Paduan Suara oleh Tim Padus PNM. Wisuda IX Diploma III ini berjalan dengan lancar. “Alhamdulillah acaranya berjalan dengan hikmat dan lancar, ya cukup puaslah dengan acara ini, kalau soal IPK jangan ditanya ya” ucap salah satu wisudawan. Acara ini selasai pukul 10.30.

            Orang tua mahasiswa terlihat bangga dengan putra – putrinya. Ekspresi bangga diungkapkan oleh orang tua Lilis salah satu wisudawati terbaik, “Alhamdulillah, saya bersyukur sekali. Saya merasa bangga anak saya mendapatkan IPK yang terbaik dalam program studinya” ujarnya. “Menjadi Wisudawan terbaik adalah harapan bagi setiap mahasiswa, untuk meraih itu tentunya ada kiat khususnya. Kita harus belajar dengan sungguh – sungguh, aktif dalam organisasi, menyelesaikan tugas dengan baik dan melakukan amalan amalan baik seprti puasa senin kamis, sholat malam, sholat dhuha serta bersedekah” tutur Dimas Arya selaku peraih IPK terbaik prodi teklis. Sedangkan menurut Rochim Nurcahya peraih IPK terbaik prodi Meto dia berujar bahwa untuk mendapatkan IPK yang tinggi harus rajin masuk kuliah dan mengerjakan tugas apabila tidak mengerti soal materi harus berani bertanya, jangan lupa juga aktif dalam organisasi. Harapan para wisudawan dan wisudawati untuk PNM kedepannya, “Untuk kedepannya PNM bisa lebih maju dibidang pendidikanya yaa walaupun sekarang sudah maju sih,” ungkap Lilis salah satu wisudawati terbaik. Menjadi wisudawan dan wisudawati bukan suatu akhir pencapaian, tetapi ada suatu beban berat yang harus diemban yaitu penerapan ilmu yang didapatkan untuk mencapai masa depan yang diinginkan.

Selasa, 04 November 2014

Reog Ponorogo

"REOG PONOROGO"

Kali ini saya akan membahas kebudayaan yang terkenal di Kota Ponorogo, yaitu Reog Ponorogo. Ponorogo merupakan salah satu kota yang berada di Propinsi Jawa Timur. Ponorogo dianggap sebagai kota asal reog sebenarnya, sehingga disebut dengan Reog Ponorogo. Salah satu budaya Indonesia ini kental dengan hal-hal berbau mistis, sehingga sering diidentikkan dengan dunia hitam, dunia kekuatan supranatural.
Permainan seni reog selalu diiringi dengan musik tradisional atau disebut juga dengan gamelan. Peralatan musik yang biasanya digunakan sebagai pengiring reog yaitu gong, terompet, kendang, ketipung, dan angklung.

Tokoh-Tokoh Dalam Seni Reog
a.      Jathilan (Depan)
Jathil adalah prajurit berkuda dan merupakan salah satu tokoh dalam seni Reog.Jathilan merupakan tarian yang menggambarkan ketangkasan prajurit berkuda yang sedang berlatih di atas kuda.Tarian ini dibawakan oleh penari di mana antara penari yang satu dengan yang lainnya saling berpasangan. Ketangkasan dan kepiawaian dalam berperang di atas kuda ditunjukkan dengan ekspresi atau greget sang penari.
Jathilan ini pada mulanya ditarikan oleh laki-laki yang halus, berparas ganteng atau mirip dengan wanita yang cantik.
Gerak tarinya pun lebih cenderung feminin. Sejak tahun 1980-an ketika tim kesenian Reog Ponorogo hendak dikirim ke Jakarta untuk pembukaan PRJ (Pekan Raya Jakarta), penari jathilan diganti oleh para penari putri dengan alasan lebih feminin. Ciri-ciri kesan gerak tari Jathilan pada kesenian Reog Ponorogo lebih cenderung pada halus, lincah, genit. Hal ini didukung oleh pola ritmis gerak tari yang silih berganti antara irama mlaku (lugu) dan irama ngracik.
b.      Warok
Warok" yang berasal dari kata wewarah adalah orang yang mempunyai tekad suci, memberikan tuntunan dan perlindungan tanpa pamrih. Warok adalah wong kang sugih wewarah (orang yang kaya akan wewarah). Artinya, seseorang menjadi warok karena mampu memberi petunjuk atau pengajaran kepada orang lain tentang hidup yang baik.Warok iku wong kang wus purna saka sakabehing laku, lan wus menep ing rasa (Warok adalah orang yang sudah sempurna dalam laku hidupnya, dan sampai pada pengendapan batin).\
Warok merupakan karakter/ciri khas dan jiwa masyarakat Ponorogo yang telah mendarah daging sejak dahulu yang diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi penerus. Warok merupakan bagian peraga dari kesenian Reog yang tidak terpisahkan dengan peraga yang lain dalam unit kesenian Reog Ponorogo. Warok adalah seorang yang betul-betul menguasai ilmu baik lahir maupun batin.
1.      Syarat menjadi Warok
Warok harus menjalankan laku.“Syaratnya, tubuh harus bersih karena akan diisi.Warok harus bisa mengekang segala hawa nafsu, menahan lapar dan haus, juga tidak bersentuhan dengan perempuan.Persyaratan lainnya, seorang calon warok harus menyediakan seekor ayam jago, kain mori 2,5 meter, tikar pandan, dan selamatan bersama. Setelah itu, calon warok akan ditempa dengan berbagai ilmu kanuragan dan ilmu kebatinan. Setelah dinyatakan menguasai ilmu tersebut, ia lalu dikukuhkan menjadi seorang warok sejati. Ia memperoleh senjata yang disebut kolor wasiat, serupa tali panjang berwarna putih, senjata andalan para warok. Warok sejati pada masa sekarang hanya menjadi legenda yang tersisa.Beberapa kelompok warok di daerah-daerah tertentu masih ada yang memegang teguh budaya mereka dan masih dipandang sebagai seseorang yang dituakan dan disegani, bahkan kadang para pejabat pemerintah selalu meminta restunya.
2.      Gemblakan
Selain segala persyaratan yang harus dijalani oleh para warok tersebut, selanjutnya muncul disebut dengan Gemblakan. Dahulu warok dikenal mempunyai banyak gemblak, yaitu lelaki belasan tahun usia 12-15 tahun berparas tampan dan terawat yang dipelihara sebagai kelangenan, yang kadang lebih disayangi ketimbang istri dan anaknya. Memelihara gemblak adalah tradisi yang telah berakar kuat pada komunitas seniman reog.Bagi seorang warok hal tersebut adalah hal yang wajar dan diterima masyarakat.
Konon sesama warok pernah beradu kesaktian untuk memperebutkan seorang gemblak idaman dan selain itu kadang terjadi pinjam meminjam gemblak.Biaya yang dikeluarkan warok untuk seorang gemblak tidak murah.Bila gemblak bersekolah maka warok yang memeliharanya harus membiayai keperluan sekolahnya di samping memberinya makan dan tempat tinggal.Sedangkan jika gemblak tidak bersekolah maka setiap tahun warok memberikannya seekor sapi.Dalam tradisi yang dibawa oleh Ki Ageng Suryongalam, kesaktian bisa diperoleh bila seorang warok rela tidak berhubungan seksual dengan perempuan. Hal itu konon merupakan sebuah keharusan yang berasal dari perintah sang guru untuk memperoleh kesaktian.
Kewajiban setiap warok untuk memelihara gemblak dipercaya agar bisa mempertahankan kesaktiannya.Selain itu ada kepercayaan kuat di kalangan warok, hubungan intim dengan perempuan biarpun dengan istri sendiri, bisa melunturkan seluruh kesaktian warok.Saling mengasihi, menyayangi dan berusaha menyenangkan merupakan ciri khas hubungan khusus antara gemblak dan waroknya.
Praktik gemblakan di kalangan warok, diidentifikasi sebagai praktik homoseksual karena warok tak boleh mengumbar hawa nafsu kepada perempuan.
Saat ini memang sudah terjadi pergeseran dalam hubungannya dengan gemblakan.Di masa sekarang gemblak sulit ditemui.Tradisi memelihara gemblak, kini semakin luntur.
Gemblak yang dahulu biasa berperan sebagai penari jatilan (kuda lumping), kini perannya digantikan oleh remaja putri. Padahal dahulu kesenian ini ditampilkan tanpa seorang wanita pun.
c.       Barongan (Dadak merak)

Barongan (Dadak merak) merupakan peralatan tari yang paling dominan dalam kesenian Reog Ponorogo. Bagian-bagiannya antara lain; Kepala Harimau (caplokan), terbuat dari kerangka kayu, bambu, rotan ditutup dengan kulit Harimau Gembong. Dadak merak, kerangka terbuat dari bambu dan rotan sebagai tempat menata bulu merak untuk menggambarkan seekor merak sedang mengembangkan bulunya dan menggigit untaian manik - manik (tasbih).Krakap terbuat dari kain beludru warna hitam disulam dengan monte, merupakan aksesoris dan tempat menuliskan identitas group reog. [4] Dadak merak ini berukuran panjang sekitar 2,25 meter, lebar sekitar 2,30 meter, dan beratnya hampir 50 kilogram.
d.      Klono Sewandono
Klono Sewandono atau Raja Kelono adalah seorang raja sakti mandraguna yang memiliki pusaka andalan berupa Cemeti yang sangat ampuh dengan sebutan Kyai Pecut Samandiman kemana saja pergi sang Raja yang tampan dan masih muda ini selalu membawa pusaka tersebut. Pusaka tersebut digunakan untuk melindungi dirinya. Kegagahan sang Raja di gambarkan dalam gerak tari yang lincah serta berwibawa, dalam suatu kisah Prabu Klono Sewandono berhasil menciptakan kesenian indah hasil dari daya ciptanya untuk menuruti permintaan Putri (kekasihnya).
Karena sang Raja dalam keadaan mabuk asmara maka gerakan tarinyapun kadang menggambarkan seorang yang sedang kasmaran.
e.       Bujang Ganong (Ganongan)
Bujang Ganong (Ganongan) atau Patih Pujangga Anom adalah salah satu tokoh yang enerjik, kocak sekaligus mempunyai keahlian dalam seni bela diri sehingga disetiap penampilannya senantiasa di tunggu - tunggu oleh penonton khususnya anak - anak.Bujang Ganong menggambarkan sosok seorang Patih Muda yang cekatan, berkemauan keras, cerdik, jenaka dan sakti.
 
Pementasa Reog Ponorogo
Reog modern biasanya dipentaskan dalam beberapa peristiwa seperti pernikahan, khitanan dan hari-hari besar Nasional. Seni Reog Ponorogo terdiri dari beberapa rangkaian 2 sampai 3 tarian pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria gagah berani dengan pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil, penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang, yang harus dibedakan dengan seni tari lain yaitu tari kuda lumping. Tarian pembukaan lainnya jika ada biasanya berupa tarian oleh anak kecil yang membawakan adegan lucu.
Setelah tarian pembukaan selesai, baru ditampilkan adegan inti yang isinya bergantung kondisi dimana seni reog ditampilkan. Jika berhubungan dengan pernikahan maka yang ditampilkan adalah adegan percintaan. Untuk hajatan khitanan atau sunatan, biasanya cerita pendekar,
Adegan dalam seni reog biasanya tidak mengikuti skenario yang tersusun rapi. Disini selalu ada interaksi antara pemain dan dalang (biasanya pemimpin rombongan) dan kadang-kadang dengan penonton. Terkadang seorang pemain yang sedang pentas dapat digantikan oleh pemain lain bila pemain tersebut kelelahan. Yang lebih dipentingkan dalam pementasan seni reog adalah memberikan kepuasan kepada penontonnya.
Adegan terakhir adalah singa barong, dimana pelaku memakai topeng berbentuk kepala singa dengan mahkota yang terbuat dari bulu burung merak. Berat topeng ini bisa mencapai 50-60 kg. Topeng yang berat ini dibawa oleh penarinya dengan gigi. Kemampuan untuk membawakan topeng ini selain diperoleh dengan latihan yang berat, juga dipercaya diproleh dengan latihan spiritual seperti puasa dan tapa.

Musik Pengiring Reog
Musik pengiring ini di bagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok penyanyi yang terdiri dari dua penyanyi yang menyanyi lagu daerah seperti Jathilan Jonorogo apabila diadakan di kabupaten Ponorogo dan apabila di Surabaya para aguyuban reog di Surabaya sering menggantinya dengan Semanggi Surabaya atau Jembatan Merah yang merupakan lagu khas Surabaya dengan bahasa jawa lalu kelompok instrument gamelan memiliki anggota sekitar 9 orang yang terdiri dari:
  • 2 orang penabuh gendang
  • 1 orang penabuh ketipung atu gendang terusan.
  • 2 orang peniup slompret
  • 2 orang penabuh kenong
  • 1 orang penabuh gong
  • 2 orang pemain angklung
Salah satu ciri khas dari tabuhan reog adalah bentuk perpaduan irama yang berlainan antara kethuk kenong dan gong yang berirama selendro dengan bunyi slompret yang berirama pelog sehingga menghasilkan irama yang terkesan magis.
 

Dongkrek Madiun




Berbicara soal kebudayaan, setiap daerah atau wilayah pastinya memiliki kebudayaan masing - masing yang menjadi ciri khas daerah. Seperti halnya Reog Ponorogo yang menjadi ciri khas Kota Ponorogo, Kota Ponorogo juga disebut Kota Reog. Tapi kali ini tidak akan membahas soal reog ataupun Ponorogo. Yah, dalam artikel ini akan dibahas soal kebudayaan yang ada di Madiun. Madiun memiliki berbagai kebudayaan semacam Pencak Silat, Kesenian Dongkrek. Sedangkan ciri khas soal makanan madiun juga memiliki makanan khas seperti sambel pecel, brem dan lain-lain. Bahkan Kota Madiun disebut kota brem. Dalam artikel ini akan dibahas lebih mendalam soal kesenian Dongkrek.  Bicara soal dongkrek sebagai warga Madiun pastinya tidak asing dengan kesenian tersebut. Selain menarik kesenian dongkrek ini memiliki petuah atau nasehat yang positif yang digambarkan dalam pementasaanya
.
Alat Musik Beduk dan Krek

Kesenian dongkrek ialah sebuah seni tradisi yang menggabungkan unsur tari, drama, dan musik.  Kesenian asli Madiun ini disebut seni dongkrek bermulai dari bunyi atau suara yang dihasilkan oleh perpaduan dua alat musik tradisional yang mengiringinya. Yakni bunyi “Dung” yang dihasilkan dari beduk atau kendang yang dipukul dan bunyi “Krek” dari alat musik yang disebut korek. Alat musik korek ini berbentuk bujur sangkar yang terbuat dari kayu, di sisinya terdapat tangkai kayu yang bergerigi dan jika digesek akan berbunyi krek.
 Dari perpaduan dua bunyi itulah lantas masyarakat masyarakat menyebut kesenian ini kesenian dongkrek. Perpaduan bunyi tersebut digunakan Raden Ngabeh Hilo Prawirodipuro untuk mengusir setan yang menyebabkan wabah dan bencana alam sekitar tahun 1867 di Medjayan. Namun, dalam perkembangannya kesenian dongkrek juga menggunakan komponen alat musik lainnya sepersti gong besi, gong kempul, kenong, kentongan, dan kendang. 
Tiga Pemain Dongkrek Dengan Karakter Topeng Mereka
Di setiap pementasan dongkrek, terdapat tiga penari yang menggunakan topeng. Ada topeng raksasa atau buto yang bermuka seram. Ada topeng perempuan yang menguyah kapur sirih yang melambangkan cibiran, serta topeng orang tua yang melambangkan kebajikan. Ketika atraksi digelar, kesenian ini akan menampilkan fragmentasi pertarungan seru dalam kehidupan, antara kebaikan dan kejahatan. Ada orang bajik yang bertarung  dengan buto yang hendak menyebarkan keburukan. Dan akan ada pihak yang mencibir niat – niat jelek (wanita bertopeng). Ada juga pemusik yang seakan akan mengalunkan do’a – do’a keselamatan. Di zaman globalisasi ini fungsi dongkek sudah bergeser dari ritual menjadi perayaan yang dipertontonkan untuk masyarakat umum.
Kesenian dongkrek sangat menarik, biasanya ditampilkan di acara – acara pentas kebudayaan. Bahkan Kesenian Dongkrek pernah dipentaskan di Istana Merdeka Jakarta. Kita sebagai warga Madiun patut bangga mempunyai kesenian semacam itu. Sanggar kesenian dongkrek sekarang banyak, di luar Madiun pun juga ada. Tidak jarang pementasan kesenian dongkrek juga dijadikan perlombaan antar sekolah di Madiun, hal tersebut dilakukan sebagai upaya pelestarian kesenian dongkrek di kota aslinya.